RTLH Kota Magelang Sulit Dapat Bantuan, Terkendala Legalitas Lahan

RTLH Kota Magelang Sulit Dapat Bantuan, Terkendala Legalitas Lahan

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG  - Target pembangunan ratusan rumah tak layak huni (RTLH) di Kota Magelang masih terkendala administrasi. Pasalnya, dari 3.207 RTLH yang terdata, 60 persen di antaranya masih menempati lahan ilegal maupun pengontrak. Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Kota Magelang, Handini Rahayu mengatakan, hampir 2.000 RTLH di wilayah setempat adalah warga pegontrak atau menempati lahan milik pemerintah. Fakta ini menyulitkan Pemkot Magelang untuk memberikan stimulus bantuan ”bedah rumah”. Pasalnya, bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini mensyaratkan bahwa kepemilikan tanah haruslah milik pribadi. ”Tetapi kebanyakan RTLH di Kota Magelang justru pengontrak. Mereka bayar sewa per tahun, ataupun menempati lahan yang bukan milik mereka, misalnya bengkok (milik Pemkot Magelang). Ini tidak bisa diberikan bantuan karena syaratnya tanah harus milik pribadi, bukan lembaga, pebisnis, ataupun pemerintah,” kata Dini, sapaan akrab Handini Rahayu, di kantornya, Senin (14/9). Baca Juga Krisis Air Bersih Mulai Melanda Wilayah Mertoyudan dan Mungkid Meski demikian, pihaknya sudah menyiapkan solusi dan langkah strategis untuk mengurangi jumlah RTLH tersebut. Salah satunya dengan mendorong pemilik lahan (penyedia kontrak) untuk menerima bantuan renovasi rumah.”Kita akan undang pemilik kontrakan, karena rata-rata pengusaha kontrak ini juga dari kalangan tidak mampu. Mereka termasuk dalam sasaran kita, supaya mengurangi jumlah RTLH yang ada,” ujarnya. Dini menyebutkan, dana stimulus penuntasan RTLH ini bervariasi. Nominal bantuan tergantung dari kondisi rumah dengan kisaran mulai Rp30 hingga Rp50 juta. ”Tahun 2021 harapannya kita bisa mendapatkan bantuan renovasi rumah 400-500 unit dari usulan pemerintah pusat, provinsi, maupun APBD Kota Magelang sendiri. Nanti lewat bantuan sosial (Bansos),” ucapnya. Nantinya, antara Pemkot Magelang dan pengusaha pemilik kontrak menyepakati beberapa poin, agar ”bedah rumah” kontrakan bisa terealisasi. Salah satunya, menyepakati perjanjian kepada penyedia rumah kontrakan untuk memberikan sewa murah selama jangka waktu minimal 5 tahun. ”Dalam kurun waktu itu, pengontrak tidak boleh diusir. Kemudian juga tidak ada kenaikan sewa kontrak. Karena khawatirnya, nanti setelah dibangun, pengusaha kontrakan ini menaikkan angka sewa, karena kan rumahnya sudah jadi bagus. Nah, untuk mencegahnya kami buat surat perjanjian itu,” pungkasnya. (wid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: